Jumat, 11 Januari 2013

JOHN CALVIN

JOHN CALVIN: KEHIDUPAN SANG REFORMIS KRISTEN



1.    Riwayat Hidup John Calvin
John Calvin yang dikenal dengan Johannes Calvin ataupun Yohanes Calvin lahir pada tanggal 10 Juli 1509 sebagai Jean Cauvin di kota Noyon, Perancis Utara. Nama Cauvin di kemudian hari, sesuai dengan kebiasaan di kalangan kaum berpendidikan pada waktu itu, dilatinisasikan menjadi Calvinus. Ayahnya yang bernama Gerard Cauvin merupakan seorang pegawai uskup di Noyon. Sementara itu, ibunya yang bernama Jeanne Lefranc meninggal ketika Calvin masih muda. Calvin memiliki empat saudara lelaki dan dua orang saudara perempuan. Keluarga Calvin mempunyai hubungan yang erat dengan keluarga bangsawan Noyon. Oleh karena itu, pendidikan elementernya ditempuh dalam istana bangsawan Noyon. Mommor, bersama-sama dengan anak-anak bangsawan itu. Itulah sebabnya Calvin memperlihatkan sifat-sifat kebangsawanan.
Pada mulanya, Ayah Calvin menginginkan anaknya untuk menjadi imam Gereja Katolik Roma (GKR). Pada umur 12 tahun Calvin sudah menerima “tonsur” (pencukuran rambut dalam upacara inisiasi biarawan) dan ia pada usia 18 tahun sudah menerima upah dari paroki St. Martin de Marteville. Dengan penghasilan tersebut Calvin dapat meneruskan pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi. pada tahun 1523 Calvin memasuki College de la Marche di Perancis. Di sini ia belajar retorika dan bahasa latin. Bahasa Latin dipelajarinya pada seorang ahli Bahasa Latin yang terkenal yaitu Marthurin Cordier. Kemudian ia pindah ke College de Montague. Di sini Calvin belajar filsafat dan theologia. Di sekolah inilah Calvin belajar bersama dengan Ignatius dari Loyola, yang kemudian hari menjadi musuh besar gerakan reformasi.[1]
Setelah Calvin menyelesaikan pendidikannya itu tiba-tiba ayahnya tidak menginginkan anaknya lagi untuk menjadi imam. Hal ini dikarenakan terjadinya perselisihan antara ayah Calvin dengan dengan keuskupan Noyon sehingga rencana semula dibatalkan. Ayahnya kemudian menginginkan Calvin untuk menjadi seorang ahli hukum. Oleh karena itu Calvin memasuki Universitas Orleans untuk belajar ilmu hukum. Kemudian ia juga belajar di Universitas Bourges dan Paris. Bahasa Yunani dan Ibrani dipelajarinya dari Melchior Wolmar, seorang ahli bahasa terkenal pada abad itu. Dengan demikian Calvin menjadi seorang ahli hukum. Studi hukumnya sangat mempengaruhinya dalam usaha pembaharuan dan penataan gereja reformasi yang dipimpinnya di kemudian hari, dimana Calvin sangat menekankan ketertiban dan keteraturan dalam gereja.[2]
            Dalam mempelajari bahasa dan kesusasteraan klasik Ibrani, Yunani, dan Latin, ia sekaligus mempelajari dan menyerap Humanisme Kristen (dengan tokohnya antara lain Erasmus). Para Humanis Kristen Perancis pada saat itu bersentuhan dan berkenalan dengan semangat ‘Injili’ dan gerakan Reformasi yang dicanangkan Luther, sementara pemerintah setempat masih merupakan pendukung GKR.[3] Pada April 1532, Calvin menerbitkan bukunya yang pertama, yaitu: Komentar Kitab De Clementia ( A Commentary on Seneca’s De Clementia). Dalam buku ini dipersembahkan kepada Claude de Hangest, sahabat sekolahnya di keluarga bangsawan Mommer, di Noyon dahulu. Buku ini memperlihatkan Calvin sebagai seorang Humanisme sejati. Dalam buku ini tidak terdapat tanda-tanda bahwa Calvin telah beralih ke pihak reformasi Perancis.
            Karena pada saat itu pemerintah setempat masih merupakan pendukung GKR, maka banyak reformator yang melarikan diri dari Perancis ke Swiss dan Strausburg. Di sini Calvin mengirimkan surat yang ditulis Oktober 1533 kepada Bucer di Strausburg  untuk memberi perlindungan kepada orang-orang reformator yang melarikan diri karena dihambat di Perancis.[4] Dengan semakin kerasnya Perancis menghambat golongan reformatoris, khususnya pada tahun 1534. Calvin pun akhirnya ikut melarikan diri ke Strausburg di mana ia diterima dengan hangat oleh Bucer. Kemudian Calvin meneruskan perjalanannya ke Basel. Calvin tinggal sekitar setahun lamanya. Selama itu Calvin masih pergi ke Perancis mengunjungi sahabat-sahabatnya dengan memakai nama-nama samaran seperti : Martianus Lucanius, Carolus Passelius, Calpunius, dan sebagainya. Di Basel yang pada akhirnya Calvin menerbitkan bukunya yang terkenal yaitu : Religius Christianae Institutio (Pengajaran tentang Agama Kristen) tahun 1536. Buku ini diterbitkan dengan tidak menyebutkan nama pengarangnya. Bukunya inilah yang biasanya dikenal dengan nama Institutio. Buku ini kemudian direvisi berkali-kali dan menjadi buku dogmatika yang terutama dalam gereja-gereja Calvinis. Institutio adalah karangan theologia yang kedua yang keluar dari tangan Calvin. Buku Theologia yang pertama adalah berjudul: Psychopanychia (Mengenai Tidurnya Jiwa-jiwa), suatu karangan melawan ajaran anabaptis yang mengajarkan bahwa jiwa manusia tidur hingga Kristus datang kembali setelah manusia itu meninggal.
            Dalam buku Institutio itu, kata pendahuluannya dipersembahkan kepada raja Perancis, Frans I, untuk menjelaskan kepadanya keikhlasan dan kejujuran Pembaruan Gereja. Cetakan Institutio yang pertama adalah semacam katekismus, tetapi tidak memakai tanya jawab, dan buku ini dimaksudkan bagi kaum reformasi di Perancis. Dalam cetakan pertama ini pun Calvin sudah menguraikan organisasi Gereja dan soal Negara; nyata jelas dari situ, bahwa kedua pokok tersebut sangat besar artinya bagi Calvin, karena pada hematnya pokok-pokok itu berhubungan rapat dengan injil; berbeda dengan Luther yang juga merupakan reformator Kristen Protestan,  dia agak mengabaikan organisasi Gereja dan soal negara.[5]
2.    Kehidupan Calvin di Jenewa
Pada tahun 1536 Calvin berangkat dari Basel ke Italia-Utara, di sana ia menginap beberapa waktu lama di istana permaisuri Ferrara, seorang wanita yang saleh, yang memberikan perlindungan kepada beberapa pemimpin Injili yang telah lari dari negerinya karena penganiayaan. Dari Ferrara, Calvin mau pulang ke Basel atau Strasburg, dan pada perjalanannya itu ia menginap semalam di Jenewa di Swiss, pada bulan Juli 1536. Pendeta Injili Willem Farel mendengar bahwa Calvin berada di kota itu, dengan segera ia mencarinya, sebab nama dan kecakapan sarjana Perancis yang muda itu sudah terkenal di kota tersebut. Farel sangat mendesak kepada Calvin supaya tinggal di Jenewa untuk membantu dia dalam pekerjaan Reformasi di sana, tetapi Calvin menolak permintaannya. Calvin tidak mau karena orang-orang Jenewa sudah terkenal suka mabuk, berjudi, berzinah dan seterusnya.[6] Sementara Calvin adalah seorang pemalu dan penakut, sehingga dia tidak merasa layak untuk pekerjaan praktek. Tetapi Farel terus mendesak supaya ia tinggal di Jenewa dan tatkala Calvin tetap menolak peermintaannya, pendeta itu berseru: “Dengan Nama Allah yang Mahakuasa, aku katakan kepadamu : jikalau engkau tidak mau menyerahkan dirimu kepada pekerjaan Tuhan ini, Allah akan mengutuki engkau, karena engkau lebih mencari kehormatan dirimu sendiri daripada kemulian Kristus!”.[7] Calvin pun akhirnya menerima permintaan Farel dan akhirnya tinggal di Jenewa.
2.1. Keadaan di Jenewa Tahun 1536
Jenewa adalah sebuah kota yang diperintah oleh uskup, tetapi sudah lama hertog Savoya, yang berkuasa di daerah sebelah selatan Jenewa, ingin memasukan kota Jenewa itu ke dalam kerajaannya. Ketika bahaya itu  meningkat, maka Jenewa mencari bantuan pada perserikatan kanton-kanton yang berbahasa Jerman di bagian utara tanah Swiss, yang telah masuk Injili. Bantuan politik itu diberikan kepada Jenewa oleh kanton-kanton Injili dan atas desakan kanton Bern dan karena pertentangan politik antara Jenewa dengan Savoya yang beragama Katolik Roma, maka Jenewa menerima Pembaruan pada tahun 1535. Untuk melangsungkan Reformasi di Jenewa, Bern telah mengutus pendeta Willem Farel ke sana. Ia seorang yang gembira, tetapi tugasnya terlampau berat, karena jumlah orang Injili yang bersungguh-sungguh masih kecil dan kebanyakan penduduk belum insaf akan arti Reformasi. Mereka membuang dengan dengan senang hati segala kewajiban, peraturan dan upacara Katolik Roma yang sudah lama diraskan sebagai belenggu yang merintangi kebebasan hidupnya supaya sekarang mereka itu boleh menurut hawa nafsunya saja. Jadi kota Jenewa yang terkenal karena semangat duniawinya itu telah masuk Protestan secara lahiriah, tetapi belum dibaharui secara batiniah.[8]
Jenewa merupakan Kota yang telah bebas dan otonom, pemerintahannya dipegang oleh dewan kota. Dewan ini tidak hanya mengurusi hal-hal politik tetapi juga mengambil alih tanggung jawab atas kehidupan gerejawi. Para imam besar diusir dari kota dan diangkat pendeta seperti Farel untuk membantu membenahi kehidupan gerejawi.[9]
Farel mengerti bahwa ia seorang diri tak sanggup memikul beban pekerjaan yang sukar itu. Sungguhpun ia telah mulai berusaha dengan sekuat tenaga, namun untuk membina hidup rohani dan masyarakat Kristen, ia membutuhkan sokongan dari seseorang yang mempunyai karunia istimewa bagi tugas itu. Itulah sebabnya Farel memilih Calvin untuk membantunya di Jenewa.
2.2. Awal Kerja John Calvin di Jenewa (1536-1545)
Mula-mula Calvin hanya memimpin penjelasan Alkitab kepada jemaat-jemaat, tetapi segera ia menjadi pendeta resmi dan tenaga pendorong dalam segala pekerjaan Gereja. Pada penghabisan tahun 1536, Calvin beserta dengan Farel, menganjurkan sebuah rencana tatagereja kepada dewan kota. Mereka merancangkan sebuah tata gereja yang mengatur seluruh kehidupan warga kota menurut cita-cita Theokrasi.[10] Dari rencana itu teruslah nyata sifat khas dari segala pekerjaan Calvin, yakni ia selalu berusaha mengatur pekerjaannya dengan tertib dan rapi. Menurut rencana tata gereja itu, ia mau mengadakan perjamuan kudus sebulan sekali (cita-citanya ialah seminggu sekali), berhubung dengan itu ia bermaksud menjalankan disiplin yang keras, baik dalam ajaran maupun dalam kelakuan anggota-anggota jemaat. Semua penduduk diwajibkan menandatangani sehelai surat pengakuan, karena segenap penduduk kota boleh terdiri dari orang Kristen yang sungguh-sungguh sadar akan ikrarnya. Di dalam kebaktian, jemaat harus belajar menyanyikan mazmur-mazmur (nyanyian pujian). Pengajaran agama (katekisasi) akan mendapat perhatian. Juga untuk nikah Kristen perlu dibuat peraturan-peraturan baru.[11]
            Tata gereja itu mau dibuat menjadi senjata dalam tangan Calvin untuk melawan GKR dan semangat keduniawian. Sungguh pentinglah artinya tata gereja ini dengan perkembangan reformasi, karena baru disilah pembaruan bentuk lahiriah Gereja mendapat perhatian yang selayaknya. Calvin mengerti bahwa penemuan kembali Injil sejati haruslah disusul dan disempurnakan dengan pembaruan bentuk hidup gereja. Lagipula ia sadar bahwa Kristus mau menguasai dan memerintah seluruh hidup dan kelakuan orang-orang yang percaya kepada Dia. Sekalipun Calvin tidak menghendaki suatu jemaat yang kudus menurut tuntutan-tuntutan golongan Baptis yang bersifat taurat, tetapi harus nyata bahwa Kristuslah Tuhan jemaat-Nya. Oleh karena itu perlu ada disiplin, akan tetapi disiplin itu sekali-kali tidak boleh diserahkan kepada pemerintah daerah atau kot, seperti yang biasa dilakukan Gereja Luther dan Zwingli. Kristus adalah kepala gereja sebab itu pemerintah dunia tidak berhak dalam urusan perkara-perkara yang semata-mata mengenai hidup gereja sendiri. Demikian Calvin menuju kepada pernyataan Kristokrasi (pemerintahan Kristus) juga dalam hidup lahiriah jemaat.
            Namun ternyata disiplin yang ditegakkan oleh Calvin dimana setiap warga penduduk diwajibkan menandatangani sehelai surat pengakuan sebagai tanda bahwa mereka sungguh-sungguh sadar akan iman dan pengakuannya tidak disetujui oleh banyak warga kota. Pada tahun 1538 Dewan kota yang dikuasai oleh orang-orang yang menolak pengakuan itu sehingga Calvin dan Farel dilarang berkhotbah di mimbar-mimbar gereja di Jenewa.[12] Calvin dan kawan-kawannya tidak mengacuhkan larangan itu, sehingga pada bulan April 1538, mereka dipecat dan dibuang, pada akhirnya Calvin dan Farel diusir dari Jenewa.
            Kemudian Calvin dipanggil oleh jemaat di Strausburg. Ia menjadi pendeta di sana tahun 1539-1541. Dalam jemaat ini Calvin bersama Butzer dapat menerapkan cita-cita yang gagal di Jenewa dahulu. Di sini Calvin mengusahakan nyanyian mazmur dengan bantuan ahli musik terkenal, yaitu Clement Marot, Louis Bourgois dan Maitre Piere. Di dini pula Calvin mulai menulis tafsiran-tafsiran Alkitab serta merevisi Institutio. Di sini pulalah Calvin menikah dengan Idelette de Burge, seorang janda bangsawan. Pernikahannya hanya berlangsung sembilan tahun lamanya, karena kemudian istrinya meninggal tanpa memberi keturunan kepada Calvin.[13]
            Waktu Farel dan Calvin diusir dari Jenewa mereka meninggalkan pengikut-pengikut di sana yang tidak kecil jumlahnya. Pengikut-pengikut yang setia itu dinasehati oleh Calvin, supaya jangan menceraikan diri dari jemaat yang sepeninggal Calvin dan Farel dipimpin oleh pendeta-pendeta dari Bern. Pada tauhn 1539 dewan kota Jenewa mengadakan perjanjian dengan Bern, yang amat merugikan Jenewa. Oleh karena tindakan itu rakyat mulai memihak pula kepada partai para pengikut Calvin, sehingga pada tahun berikutnya kawan-kawan Calvin dipilih untuk membentuk pemerintah baru. Pendeta Bern pulang ke negerinya dan sudah tentu bahwa golongan Calvinis berharap supaya Calvin sendiri kembali ke Jenewa untuk meneruskan pekerjaannya di Jenewa. Mereka yakin bahwa dengan jalan itu kedudukan Jenewa secara politik akan menjadi kuat lagi, dan masyarakat serta gereja dapat dibaharui lebih jauh.
            Pada mulanya Calvin kurang suka untuk meninggalkan Strausburg, mengingat segala kesulitan di Jenewa pada waktu lalu, tetapi sesudah dipertimbangkan beberapa bulan lamanya,  akhirnya ia tidak dapat menolak permintaan Jenewa yang keras itu, yang berulang-ulang disampaikan kepadanya. Farel juga mengajak dia supaya menerima panggilan itu. Dengan membuang segala kesenangan dan cita-citanya sendiri, Calvin menempuh jalan yang ditunjukkan Tuhan kepadanya untuk kedua kalinya. Oleh segala pengalaman pada masa yang lalu, sekarang Calvin siap sedia dan matang untuk menghadapi tugasnya.[14]
            Dengan tibanya Calvin di Jenewa, Calvinpun memulai kembali pekerjaannya yang dulu. Baru sekarang ia menerima gaji yang cukup untuk penghidupannya. Oleh kemasyurannya mungkin dengan gampang ia menjadi kaya, akan tetapi ia menolak segala hadiah dan selalu membagikan segala miliknya kepada orang yang berkekurangan, bagi dirinya sendiri ia tidak memerlukan banyak, karena ia hidup semata-mata untuk tugasnya.  
            Calvin terus merencanakan suatu tata gereja yang baru. Pada tahun 1541 juga sudah dikeluarkannya peraturan-peraturan gereja. Dalam tatagereja itu ditentukan empat jabatan: 1. Jabatan pendeta (predikan) untuk khotbah dan disiplin (di Jenewa pada waktu itu diadakan kebaktian sehari sekali dan pada hari Minggu tiga kali); 2. Jabatan pengajar (doktor) untuk katekisasi dan pengajaran theologi; 3. Jabatan penatua untuk disiplin (penatua-penatua dipilih dari antara anggota-anggota dewan kota); 4. Jabatan syamas (diaken) untuk pelayanan terhadap orang miskin. Pendeta-pendeta dan pengajar-pengajar bersama-sama merupakan “perkumpulan kehormatan” yang antara lain memanggil pendeta-pendeta baru. Pendeta-pendeta dan penatua-penatua bersama-sama merupakan “konsistori”, yaitu majelis gereja, yang memimpin jemaat dan yang menjalankan disiplin. Dengan peraturan itu, di Jenewalah untuk pertama kali diwujudkan asas pemerintahan sendiri oleh sidang jemaat, yakni susunan jemaat secara presbiterial.[15] Akan tetapi dengan menjalankan organisasi presbiterial itu Calvin menghendaki cita-cita yang lebih tinggi lagi, yaitu pemerintahan mutlak dari Yesus Kristus sendiri di dalam gerejaNya. Kristokrasi itu adalah selamanya pokok dari maksud dan tujuan Calvin dalam segala usahanya; Tuhanlah satu-satunya pemerintah jemaatNya, yang melaksanakan kuasaNya dengan perantaraan pejabat-pejabatNya yang takluk kepada FirmanNya, oleh karena itu Gereja tidak boleh sekali-kali mengaku penguasa atau wali dari luar.[16]
Calvin sangat keras dalam menegakkan disiplin. Tiap-tiap penatua wajib mengawasi sebagian dari kota. Mereka berhak memasuki segala rumah. Kadang-kadang dipakai mata-mata untuk mengetahui keadaan rumah-rumah anggota jemaat. Ada beberapa daya dan tingkat dalam melakukan disiplin: nasihat, pengakuan dosa, penolakan dari perjamuan kudus, dan pengucilan. Apabila segala upaya itu tidak berhasil, maka orang yang keras kepala itu diserahkan kepada pemerintah dunia. Pemerintah itupun berhak menjatuhkan hukumannya sendiri.
Dewan kota hanya mengijinkan perayaan perjamuan empat kali setahun. Calvin tidak setuju tetapi menerima saja keputusan itu. Akan tetapi ketika dewan kota berniat untuk merebut hak disiplin, Calvin menentang maksud sekeras-kerasnya, sehingga gagal. Demikianlah di Jenewa terdiri suatu “negara-agama” menurut asas Calvin yang didalamnya hidup masyarakat dikuasai oleh Firman Tuhan saja, keadaan mana sudah tentu bertentangan sekali dengan Gereja-negara Lutheran di Jerman.
Calvin tidak lagi menuntut supaya masing-masing penduduk kota mendatangi suatu pengakuan iman, tetapi ia melengkapkan dasar yang teguh bagi pengajaran agama Kristen denggan mengarang buku “Katikismus Jenewa”, yang di dalamnya menguraikan tentang Iman, Hukum, Doa dan Sakramen. Kitab yang amat baik itu menjadi contoh bagi kitab-kitab pengajaran agama Kristen di kemudian hari. Tatacara kebaktian juga diatur kembali menurut perubahan-perubahan yang telah dilaksanakan di Strasburg. Segala barang yang masih berbau Katolik Roma dikeluarkan dari gedung-gedung gereja, seperti mezbah patung, salib dan orgen/orgei (alat musik di gereja). Pada tahun-tahun berikutnya kuasa Calvin makin bertambah kukuh, juga di lapangan politik ia berpengaruh besar. Ia mengumpulkan di Jenewa sejumlah pendeta yang cakap, yang sehati dan setujuan dengan dia. Penatua-penatua dilatih dengan teliti untuk tugasnya.[17] 
2.3. Tahun-tahun Perjuangan Calvin di Jenewa (1545-1555)
Calvin yakin bahwa segala tindakan yang telah dilakukannya di Jenewa merupakan permulaan pekerjaannya saja. Tujuannya ialah menghilangkan semangat duniawi yang masih merajalela di Jenewa, sehingga dengan demikian jemaat di Jenewa menjadi jemaat yang kudus dan sungguh-sungguh menyerahkan diri kepada Tuhan. Untuk mencapai tujuannya itu dia melakukan “serangan” terhadap pencabulan dan semangat keduniawian di antara penduduk. Pengawasan mata-mata makin keras, hukuman-hukuman yang dikenakan kepada yang bersalah makin berat. Disiplin itu dilakukan dengan tidak pandang bulu. Orang yang berpangkat tinggi ataupun orang kaya tidak mendapat pengecualian. Diumumkan larangan memasuki rumah minum. Hukuman berat diadakan untuk perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh, seperti berdansa, berjudi, berzinah, menghujat nama Tuhan, tidak taat kepada orang tua, lalai mengunjungi kebaktian umum dan sebagainya.
Tindakan-tindakan keras itu menimbulkan partai oposisi yang terdiri dari semua yang menghendaki kembali kepada keadaan Jenewa yang dahulu. Golongan ini menerjunkan diri ke dalam suatu pergumulan yang hebat dengan Calvin untuk merebut kembali kekuasaan Jenewa, tetapi Calvin membela dengan kuat. Seorang pemilik pabrik yang kaya, Ameaux yang menghina Calvin dalam suatu pertemuan yang tertutup, dihukum berjalan mengelilingi lorong-lorong kota dengan memakai sehelai “baju penyesalan” untuk mengakui kesalahannya. Hukuman itu dirasa perlu oleh Calvin untuk kehormatan Kristus, tetapi di sini muncullah bahaya bagi Calvin, seperti juga bagi paus-paus besar, yang mau menyamakan begitu saja kehormatan sendiri dengan kehormatan Tuhan. Seorang lain dihukum mati oleh dewan kota karena sangat menghujat nama Allah, dengan tidak mendapat pertolongan atau pengampunan dari pihak Calvin.[18]
Keadaan di Jenewa makin hari makin genting, rakyat mulai mengadakan huru-hara karena kebenciannya terhadap peraturan-peraturan disiplin. Pada tahun 1548 kaum oposisi beroleh kursi yang terbanyak dalam “dewan kecil”, sukar sekali bagi Calvin untuk mempertahankan dan menjalankan cita-citanya yang theokratis. Walaupun demikian kota Jenewa tetap masyur, di antara semua orang Injili di Eropah Barat yang dihambat karena imannya, mencari perlindungan di Jenewa. Banyak dari mereka yang mencari perlindungan tersebut merupakan keluarga yang berbakat dan terpelajar.
Kedudukan Calvin bahkan semakin sulit, terutama penyerangan ajaran predestinasi[19], oleh Hieronymus Bolsec seorang tabib yang tinggal dekat Jenewa. Padahal ajaran predestinasi sangat diutamakan dalam theologia Calvin. Hal ini tentu tidak dibiarkan oleh Calvin, sehingga dengan ajakan Calvin Bolsec dibuang keluar Jenewa oleh dewan kota (1552). Akan tetapi jemaat-jemaat yang lain tidak semuanya setuju dengan pendirian Calvin. Hal menyenangkan seteru-seteru Calvin karena melihat bahwa Calvin sekarang kurang dihormati dan oleh golongannya sendiri selaku penafsir Firman Allah. Akhirnya pada tahun 1553 partai oposisi berhasil merebut segenap kekuasaan.
Meskipun partai oposisi berhasil merebut segenap kekuasaan, namun Calvin tetap berjuang. Perjuangan Calvin salah satunya yaitu melakukan perlawanan terhadap ajaran anti-trinitarian. Ajaran ini diajarkan oleh Michael Servet, yang merupakan seorang tabib namun menggemari ilmu teologia. Semenjak tahun 1531 ia mendapat nama yang buruk selaku seorang penyangkal trinitas Allah dan ketuhanan Kristus. Beberapa tahun lamanya Servet hidup di Perancis dengan memakai nama-nama samaran. Di sana ia menguraikan pandangan-pandangannya dalam sebuah kitab yang diberi judul “Pemulihan Agama Kristen”. Sebelum mengeluarkan kitabnya itu ia berkirim surat kepada Calvin tentangg isinya, tetapi Calvin menolak segala ajarannya dengan amarah, seraya menasihatinya supaya jangan datang ke Jenewa. Pada tahun 1553 Servet menerbitkan kitabnya tanpa menyebutkan nama pengarang. Inkuisisi GKR[20] terus menyelidiki masalah ini dan tidak lama kemudian mendapat cukup bukti bahwa Servetlah pengarangnya. Ia ditangkap dan dipenjarakan di kota Vienne dan dijatuhi hukuman mati dengan dibakar, tetapi ia dapat melarikan diri. Ia bermaksud pergi ke Italia. Namun, Calvin melewati Jenewa dan di Jenewa ia langsung dikenal orang dan atas permintaan Calvin, ia pun dimasukkan ke dalam penjara. Pemerintah kota memutuskan untuk membuka acara resmi terhadap seteru seluruh kekristenan itu, karena partai oposisi yang berkuasa pada waktu itu juga menentang Servet. Hanya para lawan Calvin yang paling radikal yang memihak Servet. Kota-kota Swiss yang lain juga menasihatkan kepada Jenewa supaya menjatuhkan hukuman yang berat. Dewan kota memutuskan bahwa ia harus dibakar hidup-hidup. Atas anjuran para pendeta dan tentunya termasuk Calvin di dalamnya, supaya kepala Servet dipenggal maka Dewan Kota memenggal kepala Servet pada tahun 1553.[21]
Dengan dihukumnya Servet, sesuai dengan permintaan Calvin, kekuasaan dan kehormatan Calvin pun membumbung tinggi lagi, terlebih-lebih sebab Calvin dipuji dan disokong oleh segenap Gereja Kristen di Eropah Barat. Pemimpin-pemimpin oposisi yang telah memihak kepada Servet sekarang menjadi hilang pengaruhnya. Pada tahun 1555 golongan Calvinis menang kembali dalam pemilihan dewan kota. Penganjur-penganjur oposisi terpaksa lari, dan yang tinggal di Jenewa dihukum mati. Semua orang Calvinis dari luar negeri yang berlindung di Jenewa, diberi hak warga negara. Banyak keluarga yang sudah lama tinggal di Jenewa meninggalkan kota, karena tidak mau menyesuaikan diri kepada keadaan baru itu. Begitulah Jenewa menjadi sebuah kota menurut cita-cita Calvin, di mana ia dapat mewujudkan asas-asas theokratis dengan tidak mengalami perlawanan dan larangan lagi.[22]
2.4. Tahun-tahun Pembinaan Calvin di Jenewa dan penyebaran ajarannya (1555-1564)
Sejumlah undang-undang dikeluarkan dengan maksud mau menaklukkan segenap masyarakat dan perseorangan ke bawah disiplin taurat. Dalam kitab undang-undang itu antara lain ditentukan batas kemewahan bagi tiap-tiap golongan penduduk, malahan orang tidak bebas dalam hal pakaian dan makanan. Dengan cara itu Calvin mau mendidik kepada hidup yang sederhana dan kepada kerajinan dalam pekerjaannya masing-masing. Barulah sekarang peraturan disiplin dijalankan dengan sempurna. Perkelahian dalam rumah tangga, kekerasan dalam pendidikan anak-anak, tipu muslihat dalam perdagangan, semua itu termasuk ke dalam dosa yang dikenakan disiplin gereja. Disiplin dilakukan dengan tidak pandang bulu, sampai keluarga karib Calvin sendiri pun kena disiplin. Cara hidup di Jenewa sungguh sederhana dan keras, tetapi dengan rakyat yang bertambah kuat, rajin dan makmur, sehingga keadaan di Jenewa dipuji di seluruh Eropah dan contoh yang indah itu ditiru di banyak tempat. Banyak orang memandang Jenewa sebagai kota yang suci.
Pada tahun 1559 sejumlah guru dari Perancis yang merupakan Calvinis diusir oleh Bern dari Lausanne, sebuah kota yang terletak pada pesisir utara danau Jenewa. Mereka disambut oleh Calvin dan pada tahun itu juga ia membuka sebuah Akademi atau sekolah tinggi. Akademi di Jenewa ada dua bagian, yakni satu sekolah menengah Altin (gymnasium) dan satu fakultas Teologia, yang menjadi rektor ialah Theoderus Beza, seorang murid dan teman sekerja Calvin, yang juga pidah dari Lausanne ke Jenewa. Akademi itu melatih pemuda-pemuda Calvinis menjadi tentara Tuhan di dunia ini, yang saleh dan yang rela berjuang bagi perluasan pekerjaan Tuhan di semua lapangan hidup. Akademi di Jenewa menjadi bagi perguruan tinggi Calvinis di negara lain dan menjadi satu pusat pelajaran internasional. Mahasiswanya telah menyiarkan asas-asas Calvinis ke seluruh Eropah. Banyak pemuka Reformasi Calvinis di luar negeri mendapat latihannya di Jenewa, umpamanya John Knox, pembaru gereja di negeri Skotlandia, Marbix dari Sint Aldegonde dari Belanda, yang bersahabat karib dengan pangeran Willem dari Oranye dan yang barangkali mengarang syair Wilhelmus dari Nassau, Caspar Olevianus, yaitu salah seorang dari pengarang-pegarang Katekismus Heidelberg, dan banyak pemuka Reformasi Calvinis lainnya. 
Dapat dikatakan bahwa pengaruh Calvin sudah mulai berkembang sampai jauh di luar Jenewa. Hal itu memang pertama-tama disebabkan oleh kitab-kitabnya, seperti Institutio dan tafsir-tafsirnya tentang hampir segenap isi Alkitab, yang menjadi hasil dari pengajaran Calvin bertahun-tahun lamanya. Calvin juga aktif dalam menyurati para pembaru-pembaru gereja di segala negeri Eropah, terutama dengan kawan-kawan seiman dan seperjuangan di Perancis. Selain itu Calvin juga mempersembahkan kitab-kitabnya kepada raja-raja dan tuan-tuan lain yang berpangkat tinggi di Inggris, Polandia, Swedia, Denmark dan sebagainya, sehingga ia memiliki hubungan yang baik dengan mereka. Calvin melakukan hal itu bukan maksud untuk mendapat kehormatan atau keuntungan dari penguasa-penguasa itu, akan tetapi ia berkeyakinan bahwa terutama raja-raja dapat diberi penerangan dan ajakan, jikalau Reformasi Calvinis mau dilangsungkan di seluruh Eropah.
Arti Calvin bagi gereja Reformasi sangat besar. Pada masa itu gereja Katolik Roma bersiap untuk membasmi gerakan Reformasi, Calvinislah yang memberi Gereja muda itu suatu organisasi yang teguh, kegiatan untuk berjuang dan tenaga membela diri. Seandainya Calvin tidak ada, gereja Reformasi barangkali menjadi gereja pisahan (gereja terpisah) yang kecil saja dibeberapa daerah Jerman, namun akhirnya Calvin memimpin pembaharuan gereja kepada kemenangan sampai berkembang di seluruh dunia.
Sejak tahun 1558 penyakitnya mulai berat. Sebelum meninggal, ia meninggalkan banyak pesan kepada jemaatnya dan kepada Theodorous Beza, yang akan menggantikan kedudukannya di jemaat Jenewa. Dewan kota dan para pendeta dipanggilnya untuk mendengarkan nasihat-nasihatnya. Pada tanggal 27 Mei 1964 Calvin meninggal dunia dengan tenang. Ia pergi dengan meninggalkan pekerjaan yang berat kepada Theodorus Beza. Namanya dikenang sepanjang sejarah di seluruh dunia dengan terpatrinya gereja Calvinis.[23]




[1] F.D. Wellem. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja. (Jakarta : Gunung Mulia, 2000) hlm. 64-65
[2] Ibid., hlm. 65
[3] Jan S. Aritonang. Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2011) hlm. 54
[4] Pada tahun 1532 dan 1533 merupakan tahun yang diperkirakan “pertobatan” Calvin terjadi dimana Calvin sudah beralih ke Reformasi. Lihat ibid., hlm. 65
[5] H. Berkhof. Sejarah Gereja. (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2005), hlm 159
[6] Th. van den End. Harta dalam Bejana : Sejarah Gereja Ringkas. (Jakarta :BPK. Gunung Mulia, 2003), hlm. 187
[7] H. Berkhof, loc. cit.
[8] Ibid., hlm. 16
[9] Christiaan de Jonge. Apa Itu Calvinisme?.(Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2008), hlm. 8
[10] F.D. Wellem, op. cit., hlm. 66
[11] H. Berkhof, op. cit., hlm. 160-161.
[12] F.D. Wellem, loc. cit.
[13] Ibid. hlm.66-65
[14] H. Berkhof, op. cit., hlm. 162
[15] Presbiterial merupakan sistem dari susunan jabatan gereja yang terdiri dari pendeta, doktor, penatua, dan diaken.
[16] Ibid., hlm. 163
[17] Ibid., hlm. 164
[18] Ibid.,hlm. 165
[19] Secara sederhana predestinasi berarti bahwa jumlah dan jati diri dari “orang-orang yang terpilih”, yakni mereka yang diselamatkan , sudah ditetapkan oleh allah yang berdaulat itu sebelum dunia diciptakan. Calvin sendiiri mendefenisikannya sebagai keputusan yang kekal dan tidak berubah-ubah telah ditentukan oleh Allah orang-orang mana yang hendak diterima-Nya dalam keselamatan, dan mana sebaliknya yang hendak dibiarkannya binasa. Keputusan-Nya itu berdasarkan rahmatNya yang cuma-cuma dengan sama sekali tidak mengindahkan apakah manusia layak memperolehnya. Bandingkan dengan Yohanes Calvin. Institutio :Pengajaran Agama Kristen. (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2009) hlm. 196
[20] Inkuisisi GKR merupakan pengadilan yang bertugas melawan atau menyingkirkan bidaah (ajaran sesat), atau pengadilan atas seseorang yang didakwa bidaah.
[21]  F.D. Wellem, op. cit., hlm. 68
[22] H. Berkhof,op. cit., hlm.167
[23] F.D. Wellem, op. cit., hlm.69